BismillahirRahmnirRahim
Beberapa orang teman pernah berbagi kisah denganku, tentang proses perkenalan mereka dengan calon pendamping hidup masing-masing.
Kisah mereka berbeda satu dengan lainya... Ada yang berjalan cepat dan lancar, ada pula proses yang memakan waktu lama dan berliku-liku. Ada yang hanya memerlukan biodata saja serta beberapa lembar foto, ada pula yang dilalui dengan beberapa kali pertemuan, baik empat mata maupun dengan pihak keluarga masing-masing... Ada yang memiliki banyak kesamaan di antara mereka, ada pula yang memilik banyak perbedaan, baik kultur budaya, pandangan hidup, bahkan pemikiran....
Di antara kisah mereka, ada seorang teman yang hanya membutuhkan waktu yang cukup singkat dalam menjalani proses perkenalan hingga akad nikah dilangsungkan. Ia hanya memerlukan tiga kali pertemuan dengan calon pendampingnya, yaitu saat perkenalan, khitbah, serta akad nikah...
Namun, pada kisah yang lain, ada pula seorang teman yang melalui proses tersebut dengan penuh dengan kebingungan, kegundahan serta kegelisahan. Mungkin karena sebuah proses yang agak menyimpang yang telah dilakukannya, sehingga ia pernah merasa putus asa, dan hampir saja mengambil keputusan yang akan merugikannya.
Namun dari semua kisah mereka, Alhamdulillah, semuanya berakhir dengan sebuah akad nikah. Pesta walimah mereka dihadiri para tamu dan undangan yang memberikan doa restu kepada mereka agar menjadi keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah......
Saat ini, saya bertanya kemana mereka sekarang? Bila dulu mereka pernah bercerita kepada saya tentang suka dan duka mereka, bisakah saat ini saya juga berbagi kisah dengan mereka? Jika dulu kami berbicara hanya dengan teori-teori belaka, mungkin saat ini mereka bisa menjelaskan tentang teori-teori yang telah mereka jalankan....
Karena dari pengalaman mereka, mungkin saya bisa menjalani sebuah ta’aruf yang indah.... Diawali dengan sesuatu yang indah, dijalani dengan proses yang indah, dan berakhir dengan sebuah peraihan cita-cita yang indah....
—ooo0ooo—
Semuanya berawal dari kedua mata
ketika aku hanya berani mencuri pandang wajahmu di sana ..
Dengan pakaian rapat tak kau biarkan auratmu terbuka karena memang tak selayaknya bisa dipandang oleh sembarang mata maka seiring perjalanan masa
kumulai beranikan diri tuk bertanya
tuk selanjutnya berbagi cerita.
Telah kukatakan semenjak awal mula
bahwa aku adalah lelaki ibuku sepanjang masa sebagai wujud bakti sebagaimana rasul telah bersabda
“ibumu, ibumu, ibumu!” begitulah dalam sebuah hadits yang pernah kubaca
“lalu ayahmu!”
Sebagai kelanjutan ucapan dari lidah yang mulia sebuah jawaban darimu membuatku begitu lega,
kau berkata bahwa lebih baik memiliki suami yang berbakti daripada yang durhaka.
Kau berkata bahwa lebih baik memilki suami yang dermawan daripada yang bakhil harta
dan kau pun berharap bahwa pendampingmu kelak bisa membuatmu bahagia.
Kau pernah berkata ingin segera menikah sebagai suatu rencana bila kelak Allah mempertemukanmu dengan jodoh pilihan-Nya agar mampu menjaga kemurnian dan kesucian niatmu dalam mewujudkan berbagai cita
serta menjadikanmu lebih kuat kala cobaan dan ujian datang menerpa.
Karena akan ada seseorang yang insya Allah akan mendampingi senantiasa namun yang harus kau tahu adalah bahwa aku lelaki biasa
segala kelebihan dan kelemahan pastilah ku punya/
Senanglah hati ketika mengetahui dirimu rutin dalam sebuah tarbiyah tidak seperti aku yang hanya pernah masuk madrasah
mulai ibtidaiyah, tsanawiyah namun tidak lanjut ke aliyah .namun sekarang aku sudah lulus kuliah
Saat ini pun aku sudah memiliki ma’isyah
teman-temanku berkata, bahwa sudah waktunya bagiku mencari ‘aisyah
mungkin dengan simpanan yang ada cukuplah untuk sebuah walimah
tentu saja yang sederhana dan bukan yang meriah dan akupun belum sanggup untuk menyediakanmu sebuah rumah
karena itu kuberpikir untuk mengontrak dulu sajalah.
Suatu ketika ketika kau bertanya tentang poligami..
kujawab bahwa itu adalah ketentuan Ilahi
tentu saja aku menyetujui
lantas kau bertanya apakah aku akan melakukannya suatu saat nanti
kujawab apa mungkin bila adil sebagai syarat utama tak mampu kumiliki
Engkau tersenyum di mulut atau mungkin sampai ke hati sambil mengakui bahwa dirimu belum bisa menerima bila hal itu terjadi dan dirimu juga tak bisa menyamai saudah binti zam’ah istri sang nabi
yang tulus ikhlas kepada ‘aisyah dalam berbagi..
Suatu ketika giliran aku bertanya tentang kemampuanmu bertilawah
kau menjawab bisa walau tak mau dibandingkan dengan para qoriah
karena kau merasa masih banyak berbuat salah dalam mengucap hukum tajwid dan huruf-huruf hijaiyah ,,insya Allah kita kan bersama-sama belajar bila kelak kita menikah
untuk mewujudkan keinginanmu agar bisa menerangi setiap ruang rumah
dengan alunan suara al-quran yang merupakan ayat-ayat qauliyah
dari situ mungkin kita bisa membaca ayat-ayat kauniyah.
Untuk memastikan keyakinanku untuk menikah,kau pun mengundangku ke tempat temanmu seorang murabbiyah
dan tak lupa kau undang aku tuk datang ke rumah sebagai awal perkenalan dengan bunda dan ayah dan sebuah titik temu tercapailah istikharah mencari jawaban tuk menggapai alhub fillah wa lillah.
Dalam doa ku bersimpuh pasrah,
memohon datangnya jawaban kepada Sang Pemberi Hidayah,,
bila jawaban itu masih menggantung di langit, maka turunkanlah
bila jawaban itu masih terpendam di perut bumi, maka keluarkanlah
bila jawaban itu sulit kuraih,
maka mudahkanlah
bila jawaban itu masih jauh, maka dekatkanlah..
———————————
teruntuk calon istriku
terima kasih atas sebuah ta’aruf yang indah
bila datang jawaban itu, kumohon agar kau memanggilku dengan sebutan “abang”